Kode buku tamu anda letakan disini

.

.

Sabtu, 05 Januari 2013

Ekonomi Islam dan Post-Kapitalisme

Saat ini, dunia sedang berada pada sebuah babak dalam formasi sosial dunia. Babak tersebut adalah sebuah era di mana pasar menjadi sentral penentu nasib manusia. Negara yang selama ini diyakini sebagai institusi di mana manusia mampu berdaulat dan melindungi anggotanya, dibuat tidak berdaya dan diam seribu bahasa. Era ini sering disebut dengan era globalisasi, di mana batas Negara-Bangsa digeser sehingga menjadi sebuah desa besar (the large village), tanpa ada  sekat yang membatasi.

Adalah Francis Fukuyama, seorang sejarawan dan futurolog Jepang yang meramalkan bahwa pasca perang dingin antara Blok Barat yang dikomandoi Amerika Serikat dan Blok Timur yang dinahkodai Uni Soviet, kapitalisme-liberal terbukti mampu mengalahkan sosialisme komunis. Dengan demikian, akan terjadi apa yang disebut sebagai the end of ideology, berakhirnya sebuah ideology dunia. Dan kapitalisme liberal adalah ideology terakhir yang menjadi pemenang atas ideoilogi-ideologoi dunia yang lain. Bagi Fukuyama, kapitalisme adalah sebuah ideologi pemenang yang tanpa ada tanding. Sehingga, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Margaret Tatcher, Perdana Menteri Inggris era 70-an, “There Is No Alternative”, tidak ada aternatif  lain selain pilihan tunggal kapitalisme.

Lain halnya dengan Samuel Huntington, yang menganggap akan ada babak baru dalam pertentangan ideology (baca: peradaban). Dalam bukunya The Clash of Civilization, Huntington meramalkan bahwa berakhirnya perang dingin, akan ada peradaban-peradaban besar dunia yang saling berhadap-hadapan. Di antara tujuh peradaban besar dunia tersebut, dua peradaban besar akan saling berbenturan, yakni barat dan Islam. Di sini, Islam dianggap sebagai peradaban yang akan bergesekan dengan Barat. Jika hal ini dihubungkan dengan tesis Fukuyama, maka Barat-kapitalisme yang telah memenangkan Perang Dingin, akan berhadap-hadapan dengan Islam yang saat ini sedang di abad kebangkitan. Pertarungan Barat-Islam boleh jadi telah kita jumpai dalam dua dasawarsa terakhir ini. Isu terorisme yang kemudian dilabelkan pada Islam oleh Barat, ditambah dengan konflik Barat dengan Negara-negara islam di Timur Tengah setidaknya menjadi penanda ketegangan ini.

Ambruknya Ekonomi Barat

Namun dalam bidang ekonomi, dominasi dan kemenangan kapitalisme tampaknya memasuki masa-masa suram. Beberapa krisis yang akhir-akhir ini melanda Negara-negara di Amerika dan Eropa, yang nota bene merupakan Negara penyangga kapitalisme menjadi bukti betapa ideologi ekonomi kapitalis tidak sehebat yang diyakini selama ini. Krisis ekonomi di Amerika Serikat pada tahun 2008 lalu misalnya, betapa Amerika Serikat “menghianati” apa yang menjadi doktrin utama kapitalisme, menyingkirkan peran Negara. Dalam kasus krisis Amerika Serikat tersebut, Amerika justru mengeluarkan kebijakan yang kontradiksi dengan teori dasar kapitalisme, yakni dengan adanya campur tangan Negara dalam penyelesaian krisis. Padahal intervensi Negara dalam ekonomi merupakan hal yang paling “haram” dalam teori kapitalisme klasik maupun neo-kapitalisme.

Dan yang paling akhir adalah krisis yang terjadi di Uni Eropa. Persekutuan Negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni-Eropa ini pada awalnya dipercayai sebagai kekuatan ekonomi dunia yang paling kokoh. Bahkan mata uang Uero yang menjadi mata uang bersama Uni-Eropa pernah menguat dan bersaing ketat dengan Dollar Amerika. Namun awal 2010 kemarin menjadi awal petaka bagi ekonomi Eropa. Krisis Yunani, yang diikuti oleh Negara-negara eropa lainnya terutama Irlandia dan Portugal menjadi awal the great depression bagi kapitalisme Eropa, meskipun memang tak seheboh depresi besar tahun 1930-an. Dalam kasus Yunani misalnya, utang Negara lebih besar dari GDP (Gross Domestic Product) serta terjadi defisit Negara, yakni pengeluaran Negara lebih besar daripada pendapatan Negara.

Ada beberapa analisis tentang penyebab krisis Yunani ini. Dan salah satu yang paling dominan adalah faktor sumber daya manusia pelaku ekonomi. Konon dalam menghadapi krisis, pemerintah menyewa bank investasi untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari jumlah utang pemerintah. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutak atik data-data statistik ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak normal dan stabil. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. Ini berarti bahwa sistem kapitalisme tidak mampu membendung moralitas para pelakunya. Kemegahan teori kapitalisme harus runtuh oleh para pemain ekonomi “jahat”, yang tidak memiliki nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi.

Ekonomi Islam: Sebuah Alternatif

Jika Margaret Thatcher pernah mengatakan” There Is No Alternatif” (TINA) maka kita pun sebenarnya bisa pula mengatakan “There Is Many Alternatif” (TIMA). Ekonomi Islam adalah salah satu alternatif atas ketimpangan sistem kapitalisme global. Dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang universal, maka ekonomi Islam akan mampu menjadikan wajah pasar yang ramah dan humanis.

Kerangka teori sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan nilai-nilai dasar ketuhanan (tauhid) dimana internalisasi nilai-nilai ketuhanan mampu memberikan dorongan yang kuat untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam tataran sosial kemanusiaan. Aspek-aspek kebutuhan dasar terhadap aktualisasi kemanusiaan  dalam perfektif internasilasasi nilai tauhid merupakan transformasi nilai dalam tataran praksis.  Sehingga nilai dasar tauhid akan mendasari segala aktifitas dan prilaku ummat islam, termasuk dalam aspek ekonomi.

Selain mendasarkan diri pada nilai ketuhanan (tauhid), ekonomi islam juga berbasis pada prinsip-prinsip universal kebaikan. Di akui atau tidak, secara hakiki manusia punya prinsip universal yang melampaui dogma agama. Prinsip tersebutlah yang akan membekali manusia untuk mampu menunaikan tugas kemanusiaanya, termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip, amanah, kepemilikan terbatas, kerjasama dalam kebaikan, tanggung jawab sosial, kepemilikan bersama, distribusi ekonomi dan keadilan.

Prinsip-prinsip tersebut akan mampu membentengi pelaku ekonomi dari kecurangan dan keserakahan yang selama ini melekat pada watak sistem kapitalisme. Meskipun ekonomi islam ini tentu saja bukan sistem yang sempurna, namun sebagai sistem alternatif masih membutuhkan berbagai inovasi dan perbaikan bagi pengembangan di masa yang akan datang.