Saat ini, dunia sedang berada pada sebuah babak dalam formasi sosial
dunia. Babak tersebut adalah sebuah era di mana pasar menjadi sentral
penentu nasib manusia. Negara yang selama ini diyakini sebagai institusi
di mana manusia mampu berdaulat dan melindungi anggotanya, dibuat tidak
berdaya dan diam seribu bahasa. Era ini sering disebut dengan era
globalisasi, di mana batas Negara-Bangsa digeser sehingga menjadi sebuah
desa besar (the large village), tanpa ada sekat yang membatasi.
Adalah
Francis Fukuyama, seorang sejarawan dan futurolog Jepang yang
meramalkan bahwa pasca perang dingin antara Blok Barat yang dikomandoi
Amerika Serikat dan Blok Timur yang dinahkodai Uni Soviet,
kapitalisme-liberal terbukti mampu mengalahkan sosialisme komunis.
Dengan demikian, akan terjadi apa yang disebut sebagai the end of
ideology, berakhirnya sebuah ideology dunia. Dan kapitalisme liberal
adalah ideology terakhir yang menjadi pemenang atas ideoilogi-ideologoi
dunia yang lain. Bagi Fukuyama, kapitalisme adalah sebuah ideologi
pemenang yang tanpa ada tanding. Sehingga, sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh Margaret Tatcher, Perdana Menteri Inggris era 70-an,
“There Is No Alternative”, tidak ada aternatif lain selain pilihan
tunggal kapitalisme.
Lain halnya dengan Samuel Huntington, yang
menganggap akan ada babak baru dalam pertentangan ideology (baca:
peradaban). Dalam bukunya The Clash of Civilization, Huntington
meramalkan bahwa berakhirnya perang dingin, akan ada peradaban-peradaban
besar dunia yang saling berhadap-hadapan. Di antara tujuh peradaban
besar dunia tersebut, dua peradaban besar akan saling berbenturan, yakni
barat dan Islam. Di sini, Islam dianggap sebagai peradaban yang akan
bergesekan dengan Barat. Jika hal ini dihubungkan dengan tesis Fukuyama,
maka Barat-kapitalisme yang telah memenangkan Perang Dingin, akan
berhadap-hadapan dengan Islam yang saat ini sedang di abad kebangkitan.
Pertarungan Barat-Islam boleh jadi telah kita jumpai dalam dua dasawarsa
terakhir ini. Isu terorisme yang kemudian dilabelkan pada Islam oleh
Barat, ditambah dengan konflik Barat dengan Negara-negara islam di Timur
Tengah setidaknya menjadi penanda ketegangan ini.
Ambruknya Ekonomi Barat
Namun
dalam bidang ekonomi, dominasi dan kemenangan kapitalisme tampaknya
memasuki masa-masa suram. Beberapa krisis yang akhir-akhir ini melanda
Negara-negara di Amerika dan Eropa, yang nota bene merupakan Negara
penyangga kapitalisme menjadi bukti betapa ideologi ekonomi kapitalis
tidak sehebat yang diyakini selama ini. Krisis ekonomi di Amerika
Serikat pada tahun 2008 lalu misalnya, betapa Amerika Serikat
“menghianati” apa yang menjadi doktrin utama kapitalisme, menyingkirkan
peran Negara. Dalam kasus krisis Amerika Serikat tersebut, Amerika
justru mengeluarkan kebijakan yang kontradiksi dengan teori dasar
kapitalisme, yakni dengan adanya campur tangan Negara dalam penyelesaian
krisis. Padahal intervensi Negara dalam ekonomi merupakan hal yang
paling “haram” dalam teori kapitalisme klasik maupun neo-kapitalisme.
Dan
yang paling akhir adalah krisis yang terjadi di Uni Eropa. Persekutuan
Negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni-Eropa ini pada awalnya
dipercayai sebagai kekuatan ekonomi dunia yang paling kokoh. Bahkan mata
uang Uero yang menjadi mata uang bersama Uni-Eropa pernah menguat dan
bersaing ketat dengan Dollar Amerika. Namun awal 2010 kemarin menjadi
awal petaka bagi ekonomi Eropa. Krisis Yunani, yang diikuti oleh
Negara-negara eropa lainnya terutama Irlandia dan Portugal menjadi awal
the great depression bagi kapitalisme Eropa, meskipun memang tak seheboh
depresi besar tahun 1930-an. Dalam kasus Yunani misalnya, utang Negara
lebih besar dari GDP (Gross Domestic Product) serta terjadi defisit
Negara, yakni pengeluaran Negara lebih besar daripada pendapatan Negara.
Ada
beberapa analisis tentang penyebab krisis Yunani ini. Dan salah satu
yang paling dominan adalah faktor sumber daya manusia pelaku ekonomi.
Konon dalam menghadapi krisis, pemerintah menyewa bank investasi untuk
mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari
jumlah utang pemerintah. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutak
atik data-data statistik ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian
mereka tampak normal dan stabil. Salah satu penyebab utama dari defisit
tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan
telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. Ini berarti bahwa
sistem kapitalisme tidak mampu membendung moralitas para pelakunya.
Kemegahan teori kapitalisme harus runtuh oleh para pemain ekonomi
“jahat”, yang tidak memiliki nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi.
Ekonomi Islam: Sebuah Alternatif
Jika
Margaret Thatcher pernah mengatakan” There Is No Alternatif” (TINA) maka
kita pun sebenarnya bisa pula mengatakan “There Is Many Alternatif”
(TIMA). Ekonomi Islam adalah salah satu alternatif atas ketimpangan
sistem kapitalisme global. Dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip Islam
yang universal, maka ekonomi Islam akan mampu menjadikan wajah pasar
yang ramah dan humanis.
Kerangka teori sistem ekonomi Islam
dibangun di atas landasan nilai-nilai dasar ketuhanan (tauhid) dimana
internalisasi nilai-nilai ketuhanan mampu memberikan dorongan yang kuat
untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam tataran sosial kemanusiaan.
Aspek-aspek kebutuhan dasar terhadap aktualisasi kemanusiaan dalam
perfektif internasilasasi nilai tauhid merupakan transformasi nilai
dalam tataran praksis. Sehingga nilai dasar tauhid akan mendasari
segala aktifitas dan prilaku ummat islam, termasuk dalam aspek ekonomi.
Selain
mendasarkan diri pada nilai ketuhanan (tauhid), ekonomi islam juga
berbasis pada prinsip-prinsip universal kebaikan. Di akui atau tidak,
secara hakiki manusia punya prinsip universal yang melampaui dogma
agama. Prinsip tersebutlah yang akan membekali manusia untuk mampu
menunaikan tugas kemanusiaanya, termasuk dalam bidang ekonomi dan
bisnis. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip, amanah, kepemilikan
terbatas, kerjasama dalam kebaikan, tanggung jawab sosial, kepemilikan
bersama, distribusi ekonomi dan keadilan.
Prinsip-prinsip
tersebut akan mampu membentengi pelaku ekonomi dari kecurangan dan
keserakahan yang selama ini melekat pada watak sistem kapitalisme.
Meskipun ekonomi islam ini tentu saja bukan sistem yang sempurna, namun
sebagai sistem alternatif masih membutuhkan berbagai inovasi dan
perbaikan bagi pengembangan di masa yang akan datang.